Pasa akhir-akhir ini kita semua melihat sesuatu
gambaran yang sebenarnya kurang tepat. Umat Islam yang mayoritas,
seharusnya mampu menghimpun dukungan untuk menjadi pemimpin. Akan
tetapi terjadi baru sekedar sebagai pendukung. Para pemimpin Islam,
baik dalam organisasi sosial maupun politik yang bernuansa agama,
beramai-ramai untuk mendudkung calon pemimpin yang tidak memiliki
kesamaaan keyakinan yang mendasar, yaitu agamanya.
Atas pilihan tersebut masing-masing tokoh Islam merumuskan logika agar keputusan yang diambilnya disebut benar. Aneka ragam logika yang dibangun dimaksud kadang juga melahirkan kontrofersi. Padahal sebenarnya umpama umat Islam memiliki tokoh yang benar-benar dapat diikuti dan ditauladani bersama, maka umat tidak akan mengalami kesulitanm seperti yang dialami sekarang ini. Masyaralkat yang mayoritas beragama Islam akan tetapi para tokoh Islam sendiri mendukung calon pemimpin yang berbeda-beda, sehingga umatlah yang sebenarnya terpaksa menanggung resiko, yakni mengalami kebingungan.
Umpama para tokoh Islam bersatu, mengajak dan membimbing umatnya dalam menjalani kehidupan selalu berpegang teguh pada nilai-nilai agamanya, tidak terkecuali dalam memilih pemimpin, maka sebenarnya Islam akan menjadi bangunan yang kokoh. Dengan keadaan seperti kitu, tatkala memilih pemimpin, mereka pasti akan memilih tokohnya sendiri yang sehari-hari dijadikan tauladan dan anutan. Namun sayangnya, para pemimpin Islam sendiri gagal bersatu. Mereka bercerai berai, sehingga keadaan mayoritas berbalik, seolah-olah menjadi minoritas.
Fenomena yang lebih aneh lagi, dalam suatu organisasi dan bahkan juga organisasi politik, umatnya terpecah belah. Perbedaan itu dianggapnya sebagai hal wajar, pahal secara mudah dapat dibaca bahwa dengan perpecahan seperti itu, kebersamaan dalam beragama menjadi tidak total dan utuh. Dalam hal-hal tertentu, misalnya shalat di masjid dan atau di lapangan mereka bersatu, tetapi dalam kegiatan lainnya mengambil jalan sendiri-sendiri. Sementara itu tatkala menjelaskan tentang agamanya selalu mengatakan bahwa Islam itu sedemikian luas, menyangkut betrbagai aspek kehidupan.
Memilih pemimpin dengan mempertimbangkan agama yang dianut, kiranya bukanlah sebagai sesuatu yang aneh dan keliru. Agama selalu memberikan nilai-nilai yang terbaik dan tidak terkecuali tatkala memilih pemimpinnya. Oleh karena itu ketika memilih pemimpin menjadi wajar manakala mendasarkan pada nilai-nilai yang dianggap mulia itu. Sebaliknya justru menjadi terasa aneh ketika sedang memilih pemimpin, nilai-nilai atau petunjuk agama yang dipeluknya diabaikan begitu saja. Pengabaian itu bisa jadi disebab kan oleh karena menyadari bahwa di kalangan tokohnya sendiri tidak ada yang dipandang dapat diterima oleh seluruh umat Islam dan atau dirasakan tidak ada yang cakap.
Apapapun alasan yang dikemukakan tersebut sebenarnya mengandung kekeliruan yang mendasar. Perasaan tidak mampu mendapatkan dukungan dari kalangan umat Islam oleh karena di dalam internal mereka tidak berhasil disatukan dan hal itu adalah menjadi sesuatu yang keliru. Umat Islam seharusnya bersatu. Al Quir�an dan Hadis Nabi memerintahkan agar selalu bersatu. Tatkala umat Islam tidak bersatu sebenarnya telah memberikan bukti yang keliru, yaitu bahwa Islam tidak mampu menyatukan umatnya sendiri.
Selain itu tatkala muncul perasaan bahwa di antara tokoh Islam tidak ada orang yang pantas tampil sebaqgai pemimpin sebenarnya juga tidak benar. Islam bersifat universal, menyangkut tentang kemanusiaan,. politik, ekonomi, hukum, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan bahkan peradaban, namun ternyata tidak berhasil melahirkan sosok pemimpin yang handal. Hal demikian itu sebenarnya juga merupakan kesalahan yang tidak boleh dipertontonkan. Manakala Islam tidak mampu melahirkan sosok pemimpin yang dapat diikuti dan dibanggakan, maka sebenarnya ada yang keliru di dalam memahami Islam itu sendiri.
Umpama tokoh Islam terpilih sebagai pemimpin, yang dimaksud adalah pemimpin politik atau lainnya, maka akan sangat menguntungkan, yaitu akan ada peluang untuk menunjukkan bahwa tokoh Islam dapat mengayomi seluruh umat yang berbeda-beda. Pemimpin Islam mampu berbuat adil, memberikan kesejahteraan kepada semuanya, memberikan kebebasan bagi siapa saja untuk menjalankan agamanya, tidak diskriminatif, dan lain-lain yang semuanya menunjukkan bahwa Islam benar-benar rahmatan lil alamien. Sebaliknya, berbeda jika keadaannya seperti sekarang ini, para tokohnya hanya sebatas menjadi pendukung dan bukan yang didukung, sehingga umatnya kebingungan sekedar ketika menentukan pilihan pemimpinnya. Wallahu a�lam
Atas pilihan tersebut masing-masing tokoh Islam merumuskan logika agar keputusan yang diambilnya disebut benar. Aneka ragam logika yang dibangun dimaksud kadang juga melahirkan kontrofersi. Padahal sebenarnya umpama umat Islam memiliki tokoh yang benar-benar dapat diikuti dan ditauladani bersama, maka umat tidak akan mengalami kesulitanm seperti yang dialami sekarang ini. Masyaralkat yang mayoritas beragama Islam akan tetapi para tokoh Islam sendiri mendukung calon pemimpin yang berbeda-beda, sehingga umatlah yang sebenarnya terpaksa menanggung resiko, yakni mengalami kebingungan.
Umpama para tokoh Islam bersatu, mengajak dan membimbing umatnya dalam menjalani kehidupan selalu berpegang teguh pada nilai-nilai agamanya, tidak terkecuali dalam memilih pemimpin, maka sebenarnya Islam akan menjadi bangunan yang kokoh. Dengan keadaan seperti kitu, tatkala memilih pemimpin, mereka pasti akan memilih tokohnya sendiri yang sehari-hari dijadikan tauladan dan anutan. Namun sayangnya, para pemimpin Islam sendiri gagal bersatu. Mereka bercerai berai, sehingga keadaan mayoritas berbalik, seolah-olah menjadi minoritas.
Fenomena yang lebih aneh lagi, dalam suatu organisasi dan bahkan juga organisasi politik, umatnya terpecah belah. Perbedaan itu dianggapnya sebagai hal wajar, pahal secara mudah dapat dibaca bahwa dengan perpecahan seperti itu, kebersamaan dalam beragama menjadi tidak total dan utuh. Dalam hal-hal tertentu, misalnya shalat di masjid dan atau di lapangan mereka bersatu, tetapi dalam kegiatan lainnya mengambil jalan sendiri-sendiri. Sementara itu tatkala menjelaskan tentang agamanya selalu mengatakan bahwa Islam itu sedemikian luas, menyangkut betrbagai aspek kehidupan.
Memilih pemimpin dengan mempertimbangkan agama yang dianut, kiranya bukanlah sebagai sesuatu yang aneh dan keliru. Agama selalu memberikan nilai-nilai yang terbaik dan tidak terkecuali tatkala memilih pemimpinnya. Oleh karena itu ketika memilih pemimpin menjadi wajar manakala mendasarkan pada nilai-nilai yang dianggap mulia itu. Sebaliknya justru menjadi terasa aneh ketika sedang memilih pemimpin, nilai-nilai atau petunjuk agama yang dipeluknya diabaikan begitu saja. Pengabaian itu bisa jadi disebab kan oleh karena menyadari bahwa di kalangan tokohnya sendiri tidak ada yang dipandang dapat diterima oleh seluruh umat Islam dan atau dirasakan tidak ada yang cakap.
Apapapun alasan yang dikemukakan tersebut sebenarnya mengandung kekeliruan yang mendasar. Perasaan tidak mampu mendapatkan dukungan dari kalangan umat Islam oleh karena di dalam internal mereka tidak berhasil disatukan dan hal itu adalah menjadi sesuatu yang keliru. Umat Islam seharusnya bersatu. Al Quir�an dan Hadis Nabi memerintahkan agar selalu bersatu. Tatkala umat Islam tidak bersatu sebenarnya telah memberikan bukti yang keliru, yaitu bahwa Islam tidak mampu menyatukan umatnya sendiri.
Selain itu tatkala muncul perasaan bahwa di antara tokoh Islam tidak ada orang yang pantas tampil sebaqgai pemimpin sebenarnya juga tidak benar. Islam bersifat universal, menyangkut tentang kemanusiaan,. politik, ekonomi, hukum, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan bahkan peradaban, namun ternyata tidak berhasil melahirkan sosok pemimpin yang handal. Hal demikian itu sebenarnya juga merupakan kesalahan yang tidak boleh dipertontonkan. Manakala Islam tidak mampu melahirkan sosok pemimpin yang dapat diikuti dan dibanggakan, maka sebenarnya ada yang keliru di dalam memahami Islam itu sendiri.
Umpama tokoh Islam terpilih sebagai pemimpin, yang dimaksud adalah pemimpin politik atau lainnya, maka akan sangat menguntungkan, yaitu akan ada peluang untuk menunjukkan bahwa tokoh Islam dapat mengayomi seluruh umat yang berbeda-beda. Pemimpin Islam mampu berbuat adil, memberikan kesejahteraan kepada semuanya, memberikan kebebasan bagi siapa saja untuk menjalankan agamanya, tidak diskriminatif, dan lain-lain yang semuanya menunjukkan bahwa Islam benar-benar rahmatan lil alamien. Sebaliknya, berbeda jika keadaannya seperti sekarang ini, para tokohnya hanya sebatas menjadi pendukung dan bukan yang didukung, sehingga umatnya kebingungan sekedar ketika menentukan pilihan pemimpinnya. Wallahu a�lam
Sumber :Metrojambi.com