Ada saja pertanyaan, yang terasa agak aneh, yaitu bagaimana agar shalat membawa kebaikan, kedamaian, dan kesejukan di dalam hati. Pertanyaan itu muncul dari seseorang yang oleh karena sudah sekian lama menjalankan shalat tetapi dirasakan tidak ada dampak apa-apa pada dirinya,. Sekalipun sehari-hari sudah menjalankan shalat, dan bahkan juga telah dilakukannya secara berjama�ah di masjid, tetapi penyakit hati seperti marah, sombong, hasut, iri hati, permusuhan, bakhil, dan seterusnya masih tidak hilang dari dirinya.
Padahal disebutkan di dalam al Qur�an bahwa shalat menghilangkan perbuatan keji dan mungkar. Juga, manusia selalu dalam keadaan berkeluh kesah, kecuali bagi orang-orang yang shalat. Akan tetapi dampak shalat yang dilakukannya belum bisa dirasakan. Kegelisahan, kegalauan, berbohong, berkeinginan menangnya sendiri, dan semavcamnya masih saja muncul dari hatinya. Perasaan tersebut mendorong untuk bertanya, kapan shalatnya benar-benar berhasil menjadikan hatinya tenteram dan damai, bahkan menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan.
Semua perbuatan manusia sebenarnya berasal atau bersumber dari hati. Manakala hati seseorang sehat, maka perbuatannya akan sehat, manfaat, dan menyenangkan banyak orang. Sebaliknya, manakala hatinya buruk atau sakit, maka yang muncul kemudian adalah perbuatan yang kurang terpuji. Orang marah, iri hati, dengki, hasut, bakhil, sombong dan seterusnya adalah oleh karena hatinya sedang sakit. Shalat sebenarnya adalah menjadikan hati orang yang menjalankannya terjauh dari penyakit sebagaimana dimaksudkan itu.
Akan tetapi sebenarnya shalat yang bisa menjauhkan diri dari penyakit atau membersihkan hati adalah shalat yang khusu�. Shalat yang tidak dilakukan dengan khusu�, maka tidak akan berdampak apa-apa. Shalatnya telah dijalankan, tetapi belum mendaptakn apa-apa dari shalatnya itu. Shalat adalah urusan hati, artinya pada saat sedang shalat, hatinya harus hadir merasa bertemu dengan Allah dan Rasul-Nya. Manakala seseorang merasakan, ���-setidaknya lima kali sehari semalam, bertemu dengan Allah dan Rasul-Nya, maka hatinya akan tenang. Pertemuan itu dilakukan oleh hatinya, melalui shalat yang dijalankannya.
Namun memang, shalat khusu� ternyata tidak mudah dilakukan. Banyak orang shalat tetapi hatinya tidak hadir atau tidak ingat Allah dan Rasul-Nya. Bahkan ketika seseorang memulai shalat, hatinya mengembara ke mana-mana, yaitu ingat apa saja, yang sebelumnya tidak diingat. Bahkan ketika sedang shalat itu, justru Allah dan Rasul-Nya terlupakan. Shalat yang demikian itu disebut tidak khusu�, dan tentu seharusnya diperbaiki. Namun memperbaikinya juga tidak selalu mudah dilakukan oleh setiap orang.
Agar shalat dapat dijalankan dengan khusu�, maka setidaknya ada empat hal yang seharusnya diperhatikan, yaitu (1) bacaannya harus benar, (2) gerakan shalat itu harus juga benar atau tumakninah, (3) waktunya juga harus benar, dan yang tidak kurang pentingnya adalah (4) tempatnya harus benar. Menyangkut ketentuan nomor satu hingga nomor tiga tersebut tidaklah sulit. Semua orang telah menjalankan shalat dengan cara itu. Mungkin saja yang perlu diperhatikan kembali adalah menyangkut hal terakhir, yaitu tempatnya harus tepat.
Sebagaimana disebutkan di muka, bahwa shalat adalah menyangkut urusan hati atau ruh. Hati harus diarahkan atau diletakkan pada tempat yang tepat. Pada waktu shalat, jasmaninya boleh berada di mana saja, asalkan tempat itu suci, akan tetapi hatinya tidak boleh berada di sembarang tempat, misalnya di mall, di kantor, di kampus, di sawah, di jalan, di pasar, atau di tempat-tempat lain. Hati orang yang sedang shalat harus diletakkan atau diusahakan berada di tempat mulia, yaitu di Baitullah. Seorang yang sedang shalat tidak saja menghadap ke arah kiblat, tetapi hatinya harus berada di tempat di mana mereka sedang menghadap itu.
Dengan cara tersebut, maka shalat akan terfokus, ialah pada Baitullah. Hati orang shalat adalah sedang menyembah Allah, maka harus berada di tempat mulia itu. Manakala hal itu berhasil dilakukan, maka insya Allah, shalatnya akan khusu�. Hatinya tidak akan berada atau tertuju ke sembarang tempat. Selain itu, umpama saja seluruh kaum muslimin di dalam shalatnya selalu memposisikan hatinya berada di tempat yang sama, yaitu di Baitullah, maka sehari-hari, setidaknya lima kali dalam sehari semalam, mereka akan selalu bertemu. Pertemuan itu akan membawa dampak, yaitu mereka akan bersatu. Hati kaum muslimin disatukan di dalam satu tempat, ialah di Baitullah. Maka mereka akan merasakan ketenangan, kedamaian, kesejukan, dan bahkan juga persatuan. Wallahu a�lam