Memiliki kekayaan melimpah memang perlu dan bahkan penting. Dengan
kekayaan maka orang bisa menuruti segala apa yang diinginkan dan apa
saja yang dimaui. Orang yang memiliki uang melimpah, maka rumah besar
dan bagus bisa dibeli, mobil mewah bisa dimiliki, perusahaan bisa
dibangun, dihormati orang lain, dan bahkan dengan kekayaan itu maka
pemiliknya juga bisa membayar zakat, shadaqoh, infaq, menolong orang,
dan lain-lain.
Itulah sebabnya, semua orang mengatakan bahwa harta itu adalah penting. Siapapun yang tidak punya harta maka kehidupan sehari-hari tidak akan ada yang menjamin, tidak memiliki rumah, kendaraan, dan lain-lain. Lebih sengsara lagi, tanpa kekayaan yang culkup maka seseorang akan direndahkan, tidak dihormati, dan menjadi beban orang lain. orang lain. Orang miskin di mana-mana dipandang tidak enak.
Mendasarkan pada kenyataan itu, maka tidak ada orang yang mau menjadi miskin. Semua orang berkeinginan menjadi kaya, dan bahkan anak kecil saja sudah bercita-cita agar kelak mendapatkan posisi atau pekerjaan yang bisa mendatangkan banyak uang. Tidak ada orang yang berharap menjadi miskin. Kemiskinan bukan sesuatu yang dicita-citakan, melainkan adalah sebaliknya, adalah kecelakaan. Itulah sebabnya, orang menyebut kemiskinan sebagai kejatuhan, yakni jatuh miskin.
Namun demikian tidak berarti bahwa ketika orang sudah kaya lantas hidupnya disebut berhasil. Kekayaan sebenarnya hanya sebatas alat atau instrumen untuk meraih tujuan yang lebih jauh dan mendasar, yaitu ketenteraman, kedamaian, dan keselamatan. Tujuan hidup ideal jangka panjang yang disebut lebih jauh itu memerlukan alat atau bekal berupa kekayaan atau harta. Oleh karena posisinya hanya sebagai alat, seharausnya siapapun tidak mau mengorbankan keselamatan, ketenteraman dan kedamaian hanya sekedar untuk mendapatkan harta.
Kesadaran tersebut seharusnya dimiliki oleh semua orang. Akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian itu. Banyak orang mau mengorbankan keselamatan atau kedamaian hidupnya sekedar untuk memperoleh harta. Kita melihat orang-orang yang melakukan korupsi, penyimpangan, berbuat akal-akalan, dan sejenisnya hanya untuk mendapatkan harta atau uang. Padahal apa yang dilakukan itu sebenarnya beresiko amat tinggi, yakni dipenjara misalnya.
Demikian pula, oleh karena lupa terhadap fungsi harta yang sebenarnya, maka ada saja orang yang tenggelam dalam usaha mencarinya hingga melupakan tujuan hidup yang sebenarnya yang lebih jauh, dan mulia. Islam juga memandang bahwa harta itu adalah penting dan harus dicari. Umat Islam harus bekerja dengan sungguh-sungguh dan benar untuk mencari rizki, tetapi cara mencarinya harus selektif, yaitu memilih yang halal dan juga baik.
Umat Islam melalui kitab sucinya juga diingatkan agar jangan sampai tenggelam pada urusan harta hingga melupakan keselamatan dirinya. Menumpuk-numpuk harta hingga melupakan misi hidup yang sebenarnya adalah tidak boleh dilakukan. Disebutkan, janganlah menjadikan harta dan anak-anaknya hingga melupakan diri mengingat Tuhan. Juga tidak selayaknya, semangat mengejar kekayaan menjadikan seseorang semakin menjauh dari kehidupan ideal yang seharusnya diraih, yaitu, selamat, damai, dan bahagia.
Mendasarkan pada pandangan itu maka kekayaan yang melimpah ternyata belum tepat disebut sebagai sukses dalam meraih kehidupan ideal. Betapa banyak orang kaya raya tetapi hidupnya menderita, merasa sendiri, banyak musuh, dan bahkan kekayaannya justru menjauhkan dirinya dari tujuan hidup yang dicita-citakan. Banyak kasus yang dengan mudah dapat dilihat dan atau ditemui bahwa, justru dengan kekayaannya, seseorang semakin menjauh dari orang lain, dan bahkan menjauh dari Tuhan. Hal itu persis kehidupan semut, mereka mati oleh karena gula yang dikejar-kejarnya. Wallahu a�lam.
Itulah sebabnya, semua orang mengatakan bahwa harta itu adalah penting. Siapapun yang tidak punya harta maka kehidupan sehari-hari tidak akan ada yang menjamin, tidak memiliki rumah, kendaraan, dan lain-lain. Lebih sengsara lagi, tanpa kekayaan yang culkup maka seseorang akan direndahkan, tidak dihormati, dan menjadi beban orang lain. orang lain. Orang miskin di mana-mana dipandang tidak enak.
Mendasarkan pada kenyataan itu, maka tidak ada orang yang mau menjadi miskin. Semua orang berkeinginan menjadi kaya, dan bahkan anak kecil saja sudah bercita-cita agar kelak mendapatkan posisi atau pekerjaan yang bisa mendatangkan banyak uang. Tidak ada orang yang berharap menjadi miskin. Kemiskinan bukan sesuatu yang dicita-citakan, melainkan adalah sebaliknya, adalah kecelakaan. Itulah sebabnya, orang menyebut kemiskinan sebagai kejatuhan, yakni jatuh miskin.
Namun demikian tidak berarti bahwa ketika orang sudah kaya lantas hidupnya disebut berhasil. Kekayaan sebenarnya hanya sebatas alat atau instrumen untuk meraih tujuan yang lebih jauh dan mendasar, yaitu ketenteraman, kedamaian, dan keselamatan. Tujuan hidup ideal jangka panjang yang disebut lebih jauh itu memerlukan alat atau bekal berupa kekayaan atau harta. Oleh karena posisinya hanya sebagai alat, seharausnya siapapun tidak mau mengorbankan keselamatan, ketenteraman dan kedamaian hanya sekedar untuk mendapatkan harta.
Kesadaran tersebut seharusnya dimiliki oleh semua orang. Akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian itu. Banyak orang mau mengorbankan keselamatan atau kedamaian hidupnya sekedar untuk memperoleh harta. Kita melihat orang-orang yang melakukan korupsi, penyimpangan, berbuat akal-akalan, dan sejenisnya hanya untuk mendapatkan harta atau uang. Padahal apa yang dilakukan itu sebenarnya beresiko amat tinggi, yakni dipenjara misalnya.
Demikian pula, oleh karena lupa terhadap fungsi harta yang sebenarnya, maka ada saja orang yang tenggelam dalam usaha mencarinya hingga melupakan tujuan hidup yang sebenarnya yang lebih jauh, dan mulia. Islam juga memandang bahwa harta itu adalah penting dan harus dicari. Umat Islam harus bekerja dengan sungguh-sungguh dan benar untuk mencari rizki, tetapi cara mencarinya harus selektif, yaitu memilih yang halal dan juga baik.
Umat Islam melalui kitab sucinya juga diingatkan agar jangan sampai tenggelam pada urusan harta hingga melupakan keselamatan dirinya. Menumpuk-numpuk harta hingga melupakan misi hidup yang sebenarnya adalah tidak boleh dilakukan. Disebutkan, janganlah menjadikan harta dan anak-anaknya hingga melupakan diri mengingat Tuhan. Juga tidak selayaknya, semangat mengejar kekayaan menjadikan seseorang semakin menjauh dari kehidupan ideal yang seharusnya diraih, yaitu, selamat, damai, dan bahagia.
Mendasarkan pada pandangan itu maka kekayaan yang melimpah ternyata belum tepat disebut sebagai sukses dalam meraih kehidupan ideal. Betapa banyak orang kaya raya tetapi hidupnya menderita, merasa sendiri, banyak musuh, dan bahkan kekayaannya justru menjauhkan dirinya dari tujuan hidup yang dicita-citakan. Banyak kasus yang dengan mudah dapat dilihat dan atau ditemui bahwa, justru dengan kekayaannya, seseorang semakin menjauh dari orang lain, dan bahkan menjauh dari Tuhan. Hal itu persis kehidupan semut, mereka mati oleh karena gula yang dikejar-kejarnya. Wallahu a�lam.
Sumber : Imamsuprayogo.com