Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Prof Imam suprayogo : Lembaga Pendidikan Unggul Dikelola Oleh Alumni NU Dan Muhammadiyah

Rabu, 15 Juni 2016 | 11.10 WIB Last Updated 2016-06-15T04:25:54Z
Sebagai orang yang seumur-umur ikut mengurus lembaga pendidikan, saya sangat senang ketika datang dan melihat lembaga pendidika Tazkia Internasional Islamic Boarding School. Lembaga pendidikan ini masih sangat muda, baru berdiri beberapa tahun, tetapi sudah tampak sedemikian maju. Sarana dan prasarananya dikemas sedemikian indah. Keindahan itu tidak saja tampak dari ruang-ruang belajar, tetapi juga lingkungan, tempat olah raga, ruang bermain, dan tempat tidur para siswa atau santrinya.

Lembaga pendidikan Islam ini berada di Perum Pondok Bestari Indah, Landungsari, Dau, Malang. Lokasi itu jauh dari jalan raya, sehingga mungkin tidak semua orang Malang sendiri mengenalnya. Melihat dari dekat sekolah Islam yang tampak maju ini, siapa saja akan menjadi kaget dan bertanya-tanya, siapa yang mendanainya, yang mendesain atau merencanakan, yang memimpin dan menggerakkannya, dan seterusnya. Memang, tidak sebagaimana lembaga pendidikan Islam pada umumnya, Tazkia ini tampak indah dan serba modern.

Tema besar yang dikembangkan juga amat menarik, yaitu Pesantren Elite Peduli Wong Cilik. Lembaga pendidikan ini ingin tampil modern tetapi tidak meninggalkan tradisi lama, dengan menyebutnya sebagai pesantren. Selain itu, juga tidak ingin meninggalkan realitas masyarakat yang berada di kanan kirinya, yaitu yang masih terdapat orang-orang yang memelukan bantuan. Oleh karena itu, selain merekrut para calon santri dari berbagai kota besar, juga memberi peluang bagi anak-anak yatim dan atau miskin yang berada di sekitar Tazkia.

Orang tua para santri atau siswa, setingkat SMP, yang belajar di lembaga pendidikan itu dibebani membiayai pendidikan Islam, elite, dan berkualitas ini. Akan tetapi 10 % di antaranya yang berasal dari keluarga tidak mampu dan atau yatim dibebaskan dari seluruh biaya pendidikan. Mereka menyebut diperlakukan subsidi silang, yaitu yang berlebih menolong terhadap yang masih berkekurangan. Hal menarik dan perlu diapresiasi lainnya adalah bahwa siswa yang mendapatkan bantuan tersebut tidak dipublikasikan. Para siswa yang digratiskan tersebut diperlakukan sama, baik tempat tidur, fasilitas pendidikan, hingga seragam, dan uang saku setiap harinya. Bahkan, teman-temannya sendiri tidak tahu bahwa yang bersangkutan dibebaskan dari biaya pendidikan.

Sehari-hari lembaga pendidikan umum yang dikombinasikan dengan pesantren ini, dipimpin oleh dua orang dengan pembagian tugas yang jelas, yaitu Ustadz Muhammad Ali Wahyudi, M.Pd yang membidangi pengembangan kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarananya. Sementara itu urusan akademik atau pendidikan diserahkan kepada Ustadz Nur Abidin, M.Ed. Saya melihat di antara keduanya ada perbedaan akan tetapi berhasil membangun kebersamaan, kerukunan, dan keterpaduan hingga melahirkan kekuatan untuk membangun dan memajukan lembaga pendidikan Islam yang dalam waktu singkat berhasil memperoleh kepercayaan masyarakat luas.

Kepercayaan dimaksud setidaknya dapat dilihat dari peminat masuk ke lembaga pendidikan ini. Hal yang cukup mengagetkan, untuk bisa masuk menjadi siswa baru, siapapun harus antri atau menunggu hingga lima tahun sejak mendaftarkan diri. Di tengah-tengah kenyataan bahwa sementara sekolah kesulitan mencari calon murid, tetapi sebaliknya bagi Tazkia International Islamic Boarding School. Terasa bagaikan calon haji, untuk menjadi siswa harus mendaftar beberapa tahun sebelumnya. Hal itu terjadi oleh karena para calon wali santri atau siswa percaya bahwa lembaga pendidikan Islam ini benar-benar mampu memenuhi harapan bagi anak-anaknya ke depan. Maka menjadi jelas bahwa lembaga pendidikan Islam unggul selalu dicari oleh masyarakat luas.

Hal lain yang sangat menarik lagi dari lembaga pendidikan Tazkia ini adalah tentang kedua tokoh yang memprakarsai dan sekaligus memimpinnya. Ternyata Muhammad Ali Wahyudi, M.Pd adalah alumni Universitas Muhammadiyah Malang, sedangkan Nur Abidin M.Ed adalah alumni Universitas Islam Malang. Keduanya berasal dari dua kultur dan organisasi sosial keagamaan yang berbeda, tetapi tatkala mereka bersatu atau berkolaborasi ternyata menjadi kekuatan yang luar biasa. Beberapa kali saya datang dan diminta untuk memberikan ceramah di hadapan para guru. Pada setiap memulai ceramah, saya kesulitan menyampaikan kata-kata, karena terharu, merasa bahagia, merasakan ada keindahan yang luar biasa, yaitu adanya persatuan di antara dua orang yang berasal dari kultur berbeda tetapi mampu melahirkan lembaga pendidikan Islam yang sedemikian maju. Pada saat mengawali ceramah tersebut di dalam hati saya terbayang, umpama saja umat Islam di mana-mana bisa bersatu, seperti di Tazkia ini, alangkah indahnya kehidupan umat Islam. Wallahu a�lam

sumber : Imamsuprayogo.com
×
Berita Terbaru Update