Foto : Pinokio , Google doc |
APA sanksi yang akan
diberikan jika pemimpin ingkar janji? Berbagai kalangan mengusulkan
agar pemimpin seperti itu dimakzulkan dan sebaiknya tidak dipilih lagi
dalam pemilu berikutanya. Soal pemakzulan seorang pemimpin yang ingkar
janji, memang belum dapat dilakukan karena tidak ada landasan hukum.
Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tidak dapat mengadili seorang pemimpin ingkar janji jika tidak ada yang mendakwa, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat atau lembaga legislatif. Jadi, yang sangat memungkinkan dilakukan adalah pemberian sanksi sosial, artinya, rakyat jangan memilih lagi pemimpin itu pada pemilu selanjutnya.
Itulah sebabnya, kita berharap nantinya ada dasar hukum yang akan mendorong para pemimpin untuk menunaikan janji-janji manisnya saat kampanye, sehingga program-program yang ditawaran kepada publik saat kampanye tidak menjadi sekedar janji palsu atau "lip service" semata.
Bahkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengusulkan agar nantinya ada hukum yang mengatur ingkar janji itu bahkan bisa masuk pada ranah pidana. Namun menurutnya, tindakan tercela dalam hukum ketatanegaraan itu sampai sekarang belum ada formulasinya. Maka dari itu, tidak bisa tindakan tercela seorang pemimpin itu diajukan ke pengadilan. Maka, ke depan harus diatur.
Soal pemimpin ingkar janji itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pekan ini mengeluarkan fatwa tentang hukum berdosa bagi pemimpin yang tidak menepati janjinya saat kampanye.
Menurut kesepakatan ulama MUI dalam acara Ijtima Komisi Fatwa MUI V di Tegal, 7-10 Juni 2015, fatwa ini berlaku bagi pemimpin dan calon pemimpin publik baik itu di legislatif, yudikatif maupun eksekutif. MUI meminta para calon pemimpin tidak mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya.
Jangankan pemimpin, sebagai orangtua, kita selalu meminta agar anak-anak kita untuk tidak berbohong atau mengingkari janjinya. Semua orangtua pasti kesal jika ada anaknya yang selalu berbicara bohong. Bahkan memberikan hukuman kepada si anak jika terus berbicara bohong dan mengingkari janji. Maka, sangat wajar bila seluruh rakyat memberikan hukuman kepada para pemimpin yang selalu ingkar janji.
Agama apapun di Republik ini melarang umatnya melakukan kebohongan, terlebih lagi bagi seorang pemimpin. Hukum Islam menyuruh agar setiap Muslim menepati janji dan melarang mengingkarinya. Soalnya, setiap janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya. Terpenting, pemimpin harus menunaikan janjinya saat kampanye demi kemaslahatan umat.
Ke depan seluruh rakyat untuk lebih cerdas memilih calon pemimpinnya. Jangan asal pilih, karena Indonesia membutuhkan para pemimpin yang muncul ke hadapan publik adalah mereka yang memiliki kompetensi dan kemampuan dalam menjalankan amanah tersebut. Pasalnya, calon pemimpin publik tidak boleh mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya dalam mencapai tujuannya.
Selain itu, seluruh pemimpin harus selalu ingat bahwa jabatan adalah amanah, dan pasti dimintai pertanggungjawabannya oleh Tuhan. Jadi, hai pemimpin jangan sekalipun Anda berbohong dan mengingkari janjinya. Amanah bukanlah untuk kehormatan pemimpin, tapi untuk kehormatan umat dan bangsa ini.
Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tidak dapat mengadili seorang pemimpin ingkar janji jika tidak ada yang mendakwa, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat atau lembaga legislatif. Jadi, yang sangat memungkinkan dilakukan adalah pemberian sanksi sosial, artinya, rakyat jangan memilih lagi pemimpin itu pada pemilu selanjutnya.
Itulah sebabnya, kita berharap nantinya ada dasar hukum yang akan mendorong para pemimpin untuk menunaikan janji-janji manisnya saat kampanye, sehingga program-program yang ditawaran kepada publik saat kampanye tidak menjadi sekedar janji palsu atau "lip service" semata.
Bahkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengusulkan agar nantinya ada hukum yang mengatur ingkar janji itu bahkan bisa masuk pada ranah pidana. Namun menurutnya, tindakan tercela dalam hukum ketatanegaraan itu sampai sekarang belum ada formulasinya. Maka dari itu, tidak bisa tindakan tercela seorang pemimpin itu diajukan ke pengadilan. Maka, ke depan harus diatur.
Soal pemimpin ingkar janji itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pekan ini mengeluarkan fatwa tentang hukum berdosa bagi pemimpin yang tidak menepati janjinya saat kampanye.
Menurut kesepakatan ulama MUI dalam acara Ijtima Komisi Fatwa MUI V di Tegal, 7-10 Juni 2015, fatwa ini berlaku bagi pemimpin dan calon pemimpin publik baik itu di legislatif, yudikatif maupun eksekutif. MUI meminta para calon pemimpin tidak mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya.
Jangankan pemimpin, sebagai orangtua, kita selalu meminta agar anak-anak kita untuk tidak berbohong atau mengingkari janjinya. Semua orangtua pasti kesal jika ada anaknya yang selalu berbicara bohong. Bahkan memberikan hukuman kepada si anak jika terus berbicara bohong dan mengingkari janji. Maka, sangat wajar bila seluruh rakyat memberikan hukuman kepada para pemimpin yang selalu ingkar janji.
Agama apapun di Republik ini melarang umatnya melakukan kebohongan, terlebih lagi bagi seorang pemimpin. Hukum Islam menyuruh agar setiap Muslim menepati janji dan melarang mengingkarinya. Soalnya, setiap janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya. Terpenting, pemimpin harus menunaikan janjinya saat kampanye demi kemaslahatan umat.
Ke depan seluruh rakyat untuk lebih cerdas memilih calon pemimpinnya. Jangan asal pilih, karena Indonesia membutuhkan para pemimpin yang muncul ke hadapan publik adalah mereka yang memiliki kompetensi dan kemampuan dalam menjalankan amanah tersebut. Pasalnya, calon pemimpin publik tidak boleh mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya dalam mencapai tujuannya.
Selain itu, seluruh pemimpin harus selalu ingat bahwa jabatan adalah amanah, dan pasti dimintai pertanggungjawabannya oleh Tuhan. Jadi, hai pemimpin jangan sekalipun Anda berbohong dan mengingkari janjinya. Amanah bukanlah untuk kehormatan pemimpin, tapi untuk kehormatan umat dan bangsa ini.
Negeri ini membutuhkan pemimpin yang jujur dan kompeten mengurus
negara. Juga harus memiliki visi dan kompetensi dalam mengurusi negara.
Kehancuran suatu negara tidak terjadi karena pemimpin yang tidak pintar
melainkan karena pemimpin yang tidak jujur. Negeri ini akan hancur jika
pemimpinnya suka meningkari janjinya.
Sudah menjadi tugas kita semua untuk menyelamatkan Indonesia, dengan menegakan nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Sudah tugas kita bersama untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Tentu untuk meraihnya, dibutuhkan dicapai pemimpin yang mumpuni, jujur, dan tidak pernah meningkari janjinya.
Sumber: Harianterbit.com