Setiap manusia menyebut dirinya sendiri dengan sebutan aku. Lalu, aku yang disebutkan itu sebenarnya siapa ?. Apakah seluruh bagian tubuh manusia itu disebut aku, ataukah ada bagian tertentu saja yang sebenarnya disebut sebagai pemiliknya, yaitu aku itu. Tangan yang ada pada dirinya disebut tanganku, mulutnya disebut mulutku, kakinya disebut kakiku, kepalanya disebut kepalaku, jantungnya diosebut jantungku, hatinya disebut hatiku. Lalu, aku yang sebenarnya itu siapa, dan terletak di mana.
Mungkin tidak banyak orang yang melakukan perenungan, tentang siapa sebenarnya yang disebut aku itu. Mengenali aku, sebagai sang pemilik dan oleh karena itu menjadi pusat kekuatan penggerak manusia, kiranya adalah sangat penting. Sementara ini orang beranggapan bahwa otaklah yang menjadi pusat penggerak tubuh manusia. Selanjutnya, oleh karena dipandang sebagai kekuatan penggerak, maka otaklah yang dijadikan sasaran untuk dikembangkan secara maksimal. Orang yang cerdas dan atau pintar maka disebut otaknya kuat.
Padahal, otak itu sebagaimana anggota tubuh lainnya, yaitu tangan, kaki, telinga, mulut, mata, dan lain-lain, semua anggota badan itu adalah hanya bertugas memenuhi perintah aku itu. Memang agar kuat, maka kaki, tangan, telinga, dan anggota badan lainnya, memerlukan pelatihan. Akan tetapi, sekuat apapun, jika aku tidak menggerakkan, maka semua itu tidak berfungsi apa-apa. Selain itu, semua anggota badan dengan apa yang disebut aku dimaksud harus ada kekuatan sebagai penyambung, yaitu syaraf.
Manakala syaraf seseorang mati atau terganggu, maka sekuat apapun anggota badan tidak akan berfungsi. Orang yang sedang terserang penyakit stroke, maka tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya. Akunya memerintah agar bergerak, tetapi oleh karena tidak ada syaraf yang menghubungkannya, maka kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan. Maunya menggerakkan tetapi, kemauan itu tidak sambung dengan anggota tubuh yang tidak bisa digerakkan itu.
Jika sumber kekuatan itu sebenarnya bukan otak, tetapi adalah bagian tubuh lain, yaitu ruh yang ada di dalam hati, yang kemudian disebut aku itu, maka seharusnya yang diperkuat terlebih dahulu bukan otaknya, tetapi adalah ruh yang berada di dalam hati itu. Ruh itu harus diperkuat, sehingga tidak akan diombang-ambingkan oleh kekuatan apapun. Manakala ruh yang dimaksudkan itu kuat, maka akan mampu menerima informasi yang berasal dari berbagai anggota badan lainnya, seperti telinga, mata, mulut, termasuk juga dari hasil informasi yang telah diolah atau dianalisis oleh piranti yang disebut otak itu.
Ruh itulah yang ditiupkan oleh Tuhan pada saat seseorang masih berusia 4 bulan dan 10 hari di kandungan ibunya. Oleh karena ruh itu adalah nur atau cahaya, maka ia selalu berpihak pada kebenaran, bersih dan suci. Ruh itu menyukai pada kebenaran, kejujuran, keadilan, dan sifat-sifat mulia lainnya. Semua orang, tanpa terkecuali, memiliki ruh itu. Orang yang dimaksud tidak pandang lahir di Amerika, di Eropa, di Afrika, di Australia, di Asia, di Rusia, ataupun mungkin di tempat yang selama ini belum dikenal. Oleh karena itu, kejujuran, keadilan dan rasa kemanusiaan secara universal dimiliki oleh setiap orang, dari manapun asalnya.
Namun apa yang disebut dengan aku yang ada pada setiap diri manusia itu ternyata juga ada yang mengganggu dan bahkan menyesatkan. Ruh yang bersih dan suci itu berada di tubuh manusia yang diciptakan dari berbagai unsur dan lengkap dengan perilaku unsur-unsur itu sendiri. Badan manusia terdiri atas unsur tanah, unsur, api, unsur angin, dan unsur air. Semua sifat masing-masing unsur pada diri manusia itu berkembang sebagaimana adanya. Misalnya, tanah yang dikenal memiliki sifat, yaitu di antaranya tidak pernah puas, maka manusia pun juga tidak pernah puas tatkala diberi apapun.
Agar aku itu menjadi kuat, maka manusia dilengkapi dengan petunjuk, berupa al Qur�an dan tauladan kehidupan utusan atau Rasul-Nya. Manakala mereka berpegang teguh, pada ajaran yang dimaksudkan itu, maka aku yang ada pada diri seseorang akan menjadi kuat dan atau kokoh. Aku itu tidak akan menjadi rusak oleh karena misalnya, pada dirinya tidak dimasuki atau mengkonsumsi barang haram, tidak mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dikatakan, tidak mendengarkan, tidak melihat, dan tidak memikirkan apa saja yang merusak. Akhirnya apa yang disebut aku menjadi kuat, cerdas, dan benar, atau selalu menjadi cahaya yang terang hingga bisa menggerakkan dan mengarahkan seluruh bagian tubuh, termasuk otak yang ada padanya.
Orang menjadi selamat dan meraih apa saja yang dicita-citakan yang agung, mulia, dan luhur, manakala aku yang ada pada diri seseorang terawat dan terpelihara. Aku itu berada di dalam hati setiap orang. Manakala aku itu sehat dan kuat, maka kehidupan seseorang menjadi baik atau terpuji. Dalam suatu Hadits Nabi dikatakan bahwa pada diri setiap orang terdapat segumpal daging, manakala daging itu sehat dan baik, maka semuanya akan sehat dan juga baik. Begitu pula, sebaliknya. Merenungkan tentang keadaan bangsa sekarang ini, kiranya aspek penting sebagai kekuatan penggerak manusia, yaitu apa yang disebut sebagai aku dimaksud seharusnya dirawat dan dipelihara sebaik-baiknya. Wallahu a�lam -
Sumber:imamsuprayogo.com
Mungkin tidak banyak orang yang melakukan perenungan, tentang siapa sebenarnya yang disebut aku itu. Mengenali aku, sebagai sang pemilik dan oleh karena itu menjadi pusat kekuatan penggerak manusia, kiranya adalah sangat penting. Sementara ini orang beranggapan bahwa otaklah yang menjadi pusat penggerak tubuh manusia. Selanjutnya, oleh karena dipandang sebagai kekuatan penggerak, maka otaklah yang dijadikan sasaran untuk dikembangkan secara maksimal. Orang yang cerdas dan atau pintar maka disebut otaknya kuat.
Padahal, otak itu sebagaimana anggota tubuh lainnya, yaitu tangan, kaki, telinga, mulut, mata, dan lain-lain, semua anggota badan itu adalah hanya bertugas memenuhi perintah aku itu. Memang agar kuat, maka kaki, tangan, telinga, dan anggota badan lainnya, memerlukan pelatihan. Akan tetapi, sekuat apapun, jika aku tidak menggerakkan, maka semua itu tidak berfungsi apa-apa. Selain itu, semua anggota badan dengan apa yang disebut aku dimaksud harus ada kekuatan sebagai penyambung, yaitu syaraf.
Manakala syaraf seseorang mati atau terganggu, maka sekuat apapun anggota badan tidak akan berfungsi. Orang yang sedang terserang penyakit stroke, maka tidak bisa menggerakkan tangan dan kakinya. Akunya memerintah agar bergerak, tetapi oleh karena tidak ada syaraf yang menghubungkannya, maka kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan. Maunya menggerakkan tetapi, kemauan itu tidak sambung dengan anggota tubuh yang tidak bisa digerakkan itu.
Jika sumber kekuatan itu sebenarnya bukan otak, tetapi adalah bagian tubuh lain, yaitu ruh yang ada di dalam hati, yang kemudian disebut aku itu, maka seharusnya yang diperkuat terlebih dahulu bukan otaknya, tetapi adalah ruh yang berada di dalam hati itu. Ruh itu harus diperkuat, sehingga tidak akan diombang-ambingkan oleh kekuatan apapun. Manakala ruh yang dimaksudkan itu kuat, maka akan mampu menerima informasi yang berasal dari berbagai anggota badan lainnya, seperti telinga, mata, mulut, termasuk juga dari hasil informasi yang telah diolah atau dianalisis oleh piranti yang disebut otak itu.
Ruh itulah yang ditiupkan oleh Tuhan pada saat seseorang masih berusia 4 bulan dan 10 hari di kandungan ibunya. Oleh karena ruh itu adalah nur atau cahaya, maka ia selalu berpihak pada kebenaran, bersih dan suci. Ruh itu menyukai pada kebenaran, kejujuran, keadilan, dan sifat-sifat mulia lainnya. Semua orang, tanpa terkecuali, memiliki ruh itu. Orang yang dimaksud tidak pandang lahir di Amerika, di Eropa, di Afrika, di Australia, di Asia, di Rusia, ataupun mungkin di tempat yang selama ini belum dikenal. Oleh karena itu, kejujuran, keadilan dan rasa kemanusiaan secara universal dimiliki oleh setiap orang, dari manapun asalnya.
Namun apa yang disebut dengan aku yang ada pada setiap diri manusia itu ternyata juga ada yang mengganggu dan bahkan menyesatkan. Ruh yang bersih dan suci itu berada di tubuh manusia yang diciptakan dari berbagai unsur dan lengkap dengan perilaku unsur-unsur itu sendiri. Badan manusia terdiri atas unsur tanah, unsur, api, unsur angin, dan unsur air. Semua sifat masing-masing unsur pada diri manusia itu berkembang sebagaimana adanya. Misalnya, tanah yang dikenal memiliki sifat, yaitu di antaranya tidak pernah puas, maka manusia pun juga tidak pernah puas tatkala diberi apapun.
Agar aku itu menjadi kuat, maka manusia dilengkapi dengan petunjuk, berupa al Qur�an dan tauladan kehidupan utusan atau Rasul-Nya. Manakala mereka berpegang teguh, pada ajaran yang dimaksudkan itu, maka aku yang ada pada diri seseorang akan menjadi kuat dan atau kokoh. Aku itu tidak akan menjadi rusak oleh karena misalnya, pada dirinya tidak dimasuki atau mengkonsumsi barang haram, tidak mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dikatakan, tidak mendengarkan, tidak melihat, dan tidak memikirkan apa saja yang merusak. Akhirnya apa yang disebut aku menjadi kuat, cerdas, dan benar, atau selalu menjadi cahaya yang terang hingga bisa menggerakkan dan mengarahkan seluruh bagian tubuh, termasuk otak yang ada padanya.
Orang menjadi selamat dan meraih apa saja yang dicita-citakan yang agung, mulia, dan luhur, manakala aku yang ada pada diri seseorang terawat dan terpelihara. Aku itu berada di dalam hati setiap orang. Manakala aku itu sehat dan kuat, maka kehidupan seseorang menjadi baik atau terpuji. Dalam suatu Hadits Nabi dikatakan bahwa pada diri setiap orang terdapat segumpal daging, manakala daging itu sehat dan baik, maka semuanya akan sehat dan juga baik. Begitu pula, sebaliknya. Merenungkan tentang keadaan bangsa sekarang ini, kiranya aspek penting sebagai kekuatan penggerak manusia, yaitu apa yang disebut sebagai aku dimaksud seharusnya dirawat dan dipelihara sebaik-baiknya. Wallahu a�lam -
Sumber:imamsuprayogo.com