Banyak orang mengira bahwa keberuntungan dan kebahagiaan itu berada pada harta yang melimpah. Atas dasar keyakinannya itu, mereka tidak pernah berhenti dan tidak mengenal lelah, segala pikiran dan tenaganya digunakan untuk mencari dan mengumpulkan harta kekayaan hingga kadang sampai melupakan kesehatan dan keselamatan dirinya sendiri. Hartanya dianggap menjadi segala-galanya. Bahkan, seseorang mau berkorban justru untuk kekayaannya itu.
Selain itu, ada pula orang yang mengira bahwa kunci kebahagiaan dan keberuntungan itu berada di jabatan, pangkat atau kekuasaan. Atas dasar keyakinannya itu, mereka berusaha mengejarnya hingga melalui jalan dan cara apapun ditempuh. Manakala bisa diperoleh dengan uang, maka uangnya dibelanjakan untuk mendapatkan pangkat dan jabatan itu. Manakala pangkat dan jabatan itu bisa diperoleh dengan berbohong, maka dijalanilah kebohongan, manipulasi, dan atau apapun namanya agar keinginannya berhasil diraih.
Sementara orang lainnya menginginkan agar nama dirinya menjadi tenar, kesohor, atau dikenal kalayak luas. Lagi-lagi apapun dilakukan demi kesohorannya itu. Berapapun jumlah biaya yang harus dikeluarkan akan dipenuhi. Berbagai cara ditempuh agar yang bersangkutan dikenal luas. Gambar atau foto-foto dalam berbagai ukuran dipasang atau ditempel di mana-mana, bahkan dipublikasikan melalui surat kabar, televisi, radio, dan lain-lain..
Pertanyaannya adalah, apakah dengan keberhasilan mereka memperoleh kekayaan melimpah, jabatan tinggi, dan namanya menjadi tersohor tersebut lantas benar-benar merasa telah mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan yang sesungguhnya. Jawabnya, mungkin saja sudah. Akan tetapi pada kenyataannya, mereka tampak tidak pernah puas. Keberhasilannya dalam satu tahap mendorong untuk mengejar keberhasilan pada tingkat berikutnya. Tatkala berhasil memiliki rumah dan mobil, segera berusaha menambah dan atau membeli lagi yang lebih besar dan atau bermerk lebih tinggi, dan begitu pula seterusnya.
Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa perasaan beruntung dan bahagian itu sebenarnya tidak pernah diperoleh. Keberuntungan dan kebahagiaan ternyata letaknya bukan pada jumlah kekayaan, pangkat atau jabatan tinggi, dan ketenaran, melainkan berada di hati masing-masing orang. Hati yang tenang, teduh, dan mampu mensyukuri terhadap apa yang ada itulah sebenarnya merupakan keberuntungan dan kebahagiaan sejati. Perasaan yang demikian itu bukan tatkala berhasil memperoleh sesuatu yang bersifat duniawi, melainkan ketika dekat dengan Allah, dan dekat dengan Rasul-Nya.
Akan tetapi tidak berarti bahwa harta, jabatan, dan ketenaran tidak penting. Semuanya adalah perlu dan seharusnya memang dicari. Hanya yang perlu ditata adalah hati atau niat di dalam mencari semua yang dimaksudkan itu. Sebab tanpa harta kekayaan, seseorang tidak mandiri dan atau akan menjadi beban orang lain. Anjuran agar menjadikan kedua tangannya berada di atas tidak bisa diraih. Demikian pula kekuasaan dan ketenaran diperlukan sebagai media untuk berbuat baik terhadap sesama. Sebaik-baik orang adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat terhadap orang lain. Kekuasaan, jabatan atau pangkat, dan kesohoran bisa digunakan untuk memberi manfaat secara ikhlas kepada sesama.
Mengikuti petunjuk ajaran Islam, misi hidup di dunia ini bukan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, memperoleh jabatan setinggi-tingginya, dan juga bukan agar dikenal luas di tengah masyarakat, melainkan adalah semata-mata untuk beribadah, atau mendekatkan diri pada Allah dan Rasul-Nya. Siapapun yang selalu berusaha melakukan hal itu, maka insya Allah akan memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan sejati. Kedekatan itu di antaranya diperoleh melalui cara sederhana, yaitu bersabar dan shalat secara khusu�. Wallahu a�lam -
Sumber : Imamsuprayogo.com
Selain itu, ada pula orang yang mengira bahwa kunci kebahagiaan dan keberuntungan itu berada di jabatan, pangkat atau kekuasaan. Atas dasar keyakinannya itu, mereka berusaha mengejarnya hingga melalui jalan dan cara apapun ditempuh. Manakala bisa diperoleh dengan uang, maka uangnya dibelanjakan untuk mendapatkan pangkat dan jabatan itu. Manakala pangkat dan jabatan itu bisa diperoleh dengan berbohong, maka dijalanilah kebohongan, manipulasi, dan atau apapun namanya agar keinginannya berhasil diraih.
Sementara orang lainnya menginginkan agar nama dirinya menjadi tenar, kesohor, atau dikenal kalayak luas. Lagi-lagi apapun dilakukan demi kesohorannya itu. Berapapun jumlah biaya yang harus dikeluarkan akan dipenuhi. Berbagai cara ditempuh agar yang bersangkutan dikenal luas. Gambar atau foto-foto dalam berbagai ukuran dipasang atau ditempel di mana-mana, bahkan dipublikasikan melalui surat kabar, televisi, radio, dan lain-lain..
Pertanyaannya adalah, apakah dengan keberhasilan mereka memperoleh kekayaan melimpah, jabatan tinggi, dan namanya menjadi tersohor tersebut lantas benar-benar merasa telah mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan yang sesungguhnya. Jawabnya, mungkin saja sudah. Akan tetapi pada kenyataannya, mereka tampak tidak pernah puas. Keberhasilannya dalam satu tahap mendorong untuk mengejar keberhasilan pada tingkat berikutnya. Tatkala berhasil memiliki rumah dan mobil, segera berusaha menambah dan atau membeli lagi yang lebih besar dan atau bermerk lebih tinggi, dan begitu pula seterusnya.
Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa perasaan beruntung dan bahagian itu sebenarnya tidak pernah diperoleh. Keberuntungan dan kebahagiaan ternyata letaknya bukan pada jumlah kekayaan, pangkat atau jabatan tinggi, dan ketenaran, melainkan berada di hati masing-masing orang. Hati yang tenang, teduh, dan mampu mensyukuri terhadap apa yang ada itulah sebenarnya merupakan keberuntungan dan kebahagiaan sejati. Perasaan yang demikian itu bukan tatkala berhasil memperoleh sesuatu yang bersifat duniawi, melainkan ketika dekat dengan Allah, dan dekat dengan Rasul-Nya.
Akan tetapi tidak berarti bahwa harta, jabatan, dan ketenaran tidak penting. Semuanya adalah perlu dan seharusnya memang dicari. Hanya yang perlu ditata adalah hati atau niat di dalam mencari semua yang dimaksudkan itu. Sebab tanpa harta kekayaan, seseorang tidak mandiri dan atau akan menjadi beban orang lain. Anjuran agar menjadikan kedua tangannya berada di atas tidak bisa diraih. Demikian pula kekuasaan dan ketenaran diperlukan sebagai media untuk berbuat baik terhadap sesama. Sebaik-baik orang adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat terhadap orang lain. Kekuasaan, jabatan atau pangkat, dan kesohoran bisa digunakan untuk memberi manfaat secara ikhlas kepada sesama.
Mengikuti petunjuk ajaran Islam, misi hidup di dunia ini bukan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, memperoleh jabatan setinggi-tingginya, dan juga bukan agar dikenal luas di tengah masyarakat, melainkan adalah semata-mata untuk beribadah, atau mendekatkan diri pada Allah dan Rasul-Nya. Siapapun yang selalu berusaha melakukan hal itu, maka insya Allah akan memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan sejati. Kedekatan itu di antaranya diperoleh melalui cara sederhana, yaitu bersabar dan shalat secara khusu�. Wallahu a�lam -
Sumber : Imamsuprayogo.com