Manusia tampak selalu berbeda-beda dalam banyak hal, baik dari bentuk rambutnya, warna kulitnya, ukuran tubuhnya, jenis suaranya, dan masih banyak lagi perbedaan lainnya. Tidak ada di antara orang yang benar-benar sama, bahkan dua anak kembar yang sehari-hari kelihatan sama, namun ternyata masih bisa dibedakan. Tidak pernah ada dua orang dan apalagi lebih, memiliki kesamaan secara total. Bahkan yang sungguh mengherankan, suara masing-masing orang ternyata kedengaran selalu berbeda. Jika ada sepuluh orang maka suara itu juga berjumlah 10 jenis, dan seterusnya.
Dari aspek fisik masing-masing orang berlainan, maka apalagi menyangkut pikiran dan perasaan, pasti berbeda-beda. Itulah sebabnya, upaya untuk menyatukan banyak orang dalam satu pendapat dan perasaan menjadi tidak mudah, bahkan lebih tepat disebut tidak mungkin. Oleh karena itu jika beberapa atau banyak orang merasa sama, sebenarnya hanyalah sebatas pada perasaan mereka saja. Jika kesamaan itu diuji pasti akan berbeda-beda. Umpama beberapa orang disuruh untuk menulis atau memberi komentar terhadap sesuatu yang baru dilihat bersama-sama, maka dipastikan komentar itu akan berbeda-beda.
Oleh karena itu, sekalipun banyak orang berada pada organisasi, partai politik, aliran, madzhab yang sama, pada hakekatnya pikiran, pemahaman, pandangan, perasaan, dan lain-lainnya akan tetap berbeda-beda. Jangan dikira orang-orang yang berada pada organisasi sosial keagamaan yang sama, maka pandangan mereka pasti sama. Sebenarnya, di antara mereka tetap berbeda-beda. Mungkin saja pada tataran simbol-simbolnya sama, tetapi hal yang menyangkut pemahaman, pengertian, dan sejenisnya pasti berbeda. Bolehlah ada upaya menyamakan pendapat, visi, misi, dan tujuan di dalam berorganisasi, tetapi pada hakekatnya kesamaan itu akan sulit sekali diraih.
Namun di tengah-tengah perbedaan tersebut, sebenarnya masih ada aspek yang sebenarnya sama, yaitu suara hati di antara semua orang. Siapapun, berasal dari bangsa dan suku apapun akan merasa sedih jika dibohongi, akan merasa sakit hatinya jika diperlakukan tidak adil, akan menyatakan kasihan dan tidak sampai hati manakala melihat seseorang yang dfisiksa, apalagi dibunuh dan seterusnya. Suara hati orang juga mengatakan bahwa manipulasi, korupsi, nepotisme, kolusi, permusuhan, bersikap tamak, dan sejenisnya itu seharusnya dihindari.
Manakala benar bahwa suara hati semua orang adalah sama, yaitu menyatakan sedih tatkala melihat perilaku kejahatan, tetapi mengapa banyak orang masih melakukannya. Maka salah satu jawabnya adalah bahwa, kejahatan itu bukan atas perintah suara hati, melainkan adalah kehendak hawa nafsu dan didukung oleh akalnya. Orang yang sedang menyakiti orang lain, membunuh, berlaku tidak adil, korupsi, dan seterusnya, adalah untuk memenuhi kehendak nafsunya. Pada saat itu, iman dan suara hatinya tidak mampu mengendalikan dorongan nafsunya dari berbuat jahat, mementingkan dirinya sendiri, dan mengorbankan orang lain.
Hawa nafsu selalu mengajak kepada kejahatan. Itulah sebabnya, melawan hawa nafsu disebut sebagai perang, dan perang dimaksud adalah perang yang lebih besar, melebihi perang fisik. Pada zaman nabi pernah terjadi perang uhud, perang khondak, perang badar, dan lain-lain. Betapa beratnya perang melawan hawa nafsu, sehingga pada saat selesai suatu peperangan, Nabi mengingatkan kepada para sahabatnya, bahwa baru saja menyelesaikan perang kecil dan segera memasuki perang besar. Sedangkan perang besar yang dimaksudkan itu adalah perang melawan hawa nafsu. Itulah salah satu alasan mengapa pada setiap pagi ketika bangun tidur, yaitu saat memulainya perang melawan hawa nafsu, dalam shalat subuh dianjurkan membaca doa qunut sebagaimana membaca qunut nazilah ketika perang fisik.
Umpama semua orang mau mendengarkan suara hatinya masing-masing, yang sebenarnya adalah sama, maka berbagai kejahatan di muka bumi akan terkurangi atau bahkan menjadi tidak muncul. Namun sayangnya, manusia jangankan memperhatikan suara orang lain, sekalipun baik dan mulia, memperhatikan suara hatinya sendiri saja dirasakan amat berat. Tanpa terkecuali, orang ternyata tidak saja mengingkari Tuhannya, tetapi juga mengingkari suara hatinya sendiri. Suara hatinya mengatakan tidak mau atau melarang dirinya berbuat jahat, misalnya korupsi, hasut, mengadu domba, memfitnah, tabarur, dan lain-lain, tetapi hal itu diingkari sendiri. Oleh karena itu, musuh atau bahkan pintu neraka itu sebenarnya adalah dekat, yakni ada pada dirinya masing-masing. Wallahu a�lam
Dari aspek fisik masing-masing orang berlainan, maka apalagi menyangkut pikiran dan perasaan, pasti berbeda-beda. Itulah sebabnya, upaya untuk menyatukan banyak orang dalam satu pendapat dan perasaan menjadi tidak mudah, bahkan lebih tepat disebut tidak mungkin. Oleh karena itu jika beberapa atau banyak orang merasa sama, sebenarnya hanyalah sebatas pada perasaan mereka saja. Jika kesamaan itu diuji pasti akan berbeda-beda. Umpama beberapa orang disuruh untuk menulis atau memberi komentar terhadap sesuatu yang baru dilihat bersama-sama, maka dipastikan komentar itu akan berbeda-beda.
Oleh karena itu, sekalipun banyak orang berada pada organisasi, partai politik, aliran, madzhab yang sama, pada hakekatnya pikiran, pemahaman, pandangan, perasaan, dan lain-lainnya akan tetap berbeda-beda. Jangan dikira orang-orang yang berada pada organisasi sosial keagamaan yang sama, maka pandangan mereka pasti sama. Sebenarnya, di antara mereka tetap berbeda-beda. Mungkin saja pada tataran simbol-simbolnya sama, tetapi hal yang menyangkut pemahaman, pengertian, dan sejenisnya pasti berbeda. Bolehlah ada upaya menyamakan pendapat, visi, misi, dan tujuan di dalam berorganisasi, tetapi pada hakekatnya kesamaan itu akan sulit sekali diraih.
Namun di tengah-tengah perbedaan tersebut, sebenarnya masih ada aspek yang sebenarnya sama, yaitu suara hati di antara semua orang. Siapapun, berasal dari bangsa dan suku apapun akan merasa sedih jika dibohongi, akan merasa sakit hatinya jika diperlakukan tidak adil, akan menyatakan kasihan dan tidak sampai hati manakala melihat seseorang yang dfisiksa, apalagi dibunuh dan seterusnya. Suara hati orang juga mengatakan bahwa manipulasi, korupsi, nepotisme, kolusi, permusuhan, bersikap tamak, dan sejenisnya itu seharusnya dihindari.
Manakala benar bahwa suara hati semua orang adalah sama, yaitu menyatakan sedih tatkala melihat perilaku kejahatan, tetapi mengapa banyak orang masih melakukannya. Maka salah satu jawabnya adalah bahwa, kejahatan itu bukan atas perintah suara hati, melainkan adalah kehendak hawa nafsu dan didukung oleh akalnya. Orang yang sedang menyakiti orang lain, membunuh, berlaku tidak adil, korupsi, dan seterusnya, adalah untuk memenuhi kehendak nafsunya. Pada saat itu, iman dan suara hatinya tidak mampu mengendalikan dorongan nafsunya dari berbuat jahat, mementingkan dirinya sendiri, dan mengorbankan orang lain.
Hawa nafsu selalu mengajak kepada kejahatan. Itulah sebabnya, melawan hawa nafsu disebut sebagai perang, dan perang dimaksud adalah perang yang lebih besar, melebihi perang fisik. Pada zaman nabi pernah terjadi perang uhud, perang khondak, perang badar, dan lain-lain. Betapa beratnya perang melawan hawa nafsu, sehingga pada saat selesai suatu peperangan, Nabi mengingatkan kepada para sahabatnya, bahwa baru saja menyelesaikan perang kecil dan segera memasuki perang besar. Sedangkan perang besar yang dimaksudkan itu adalah perang melawan hawa nafsu. Itulah salah satu alasan mengapa pada setiap pagi ketika bangun tidur, yaitu saat memulainya perang melawan hawa nafsu, dalam shalat subuh dianjurkan membaca doa qunut sebagaimana membaca qunut nazilah ketika perang fisik.
Umpama semua orang mau mendengarkan suara hatinya masing-masing, yang sebenarnya adalah sama, maka berbagai kejahatan di muka bumi akan terkurangi atau bahkan menjadi tidak muncul. Namun sayangnya, manusia jangankan memperhatikan suara orang lain, sekalipun baik dan mulia, memperhatikan suara hatinya sendiri saja dirasakan amat berat. Tanpa terkecuali, orang ternyata tidak saja mengingkari Tuhannya, tetapi juga mengingkari suara hatinya sendiri. Suara hatinya mengatakan tidak mau atau melarang dirinya berbuat jahat, misalnya korupsi, hasut, mengadu domba, memfitnah, tabarur, dan lain-lain, tetapi hal itu diingkari sendiri. Oleh karena itu, musuh atau bahkan pintu neraka itu sebenarnya adalah dekat, yakni ada pada dirinya masing-masing. Wallahu a�lam
- Sumber: Imamsuprayogo.com