Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Prof Imam Suprayogo : Mempertajam Suara Hati

Jumat, 15 April 2016 | 08.48 WIB Last Updated 2016-04-15T01:48:34Z
Sejak dipercaya memimpin organisasi bernama Jam�iyyatul Islamiyah untuk di seluruh Indonesia ditambah Brunai, Malaysia, dan Singapura, saya seringkali mendapatkan pertanyaan terkait dengan organisasi yang saya pimpin dimaksudkan. Oleh karena organisasi yang bergerak di bidang dakwah ini belum terlalu dikenal secara luas, maka sangat wajar berbagai pertanyaan selalu muncul, yang sebenarnya sebatas ingin tahu saja.

Sebelum memperoleh penjelasan yang cukup, mereka menganggap bahwa Jam�iyyatul Islamiyah merupakan sebuah aliran, kelompok atau madzhab, dan bahkan dikhawatirkan menyimpang dari sudut aqidahnya, fiqihnya, atau lainnya. Apapun pandangan itu harus disikapi secara baik, sebab kekhawatiran itu sebenarnya merupakan bentuk kasih sayang di antara sesama muslim.

Selain itu juga ada yang segera mengkritisi, mengapa organisasi yang dimaksud itu harus muncul, sebab selama ini jumlah organisasi Islam sudah banyak, sehingga dikhawatirkan tidak memberi manfaat. Selain itu ada juga yang segera menerima oleh karena telah sedikit mengerti tentang oreganisasi Islam yang dimaksudkan itu. Keberadaannya mengisi kekosongan ruaug dakwah yang masih belum banyak dijamah oleh organisasi lainnya.

Secara pribadi, saya termasuk orang yang cepat menerimanya. Alasan saya sederhana, bahwa kegiatan organisasi yang dimaksudkan itu bagi saya sangat menarik, yaitu secara bersama-sama mengkaji atau mendalami al Qur�an. Selama ini kegiatan apa saja yang saya anggap terkait dengan al Qur�an, jika masih memungkinkan, segera saya ikuti. Sudah lama saya merasa sedih, banyak orang Islam tidak peduli pada kitab sucinya. Bahkan, ada yang menyebut diri sebagai lembaga pendidikan Islam, tetapi sudah tidak terlalu mempedulikan al Qur�an.

Setiap kali membaca al Qur�an, saya selalu membayangkan, yaitu alangkah indahnya jika umat Islam secara terus menerus berusaha membaca dan memahami kitab suci agamanya, dan apalagi menyempurnakan dengan menjadikannya sebagai pedoman hidup sehari-hari. Umpama al Qur�an dijadikan pegangan, maka umat Islam akan hidup sehat, lahir maupun batinnya. Mereka akan selalu terjauh dari perbuatan tercela, seperti hasut, takabur, mengadu domba, riya�, iri hati, dengki, saling fitnah dan semacamnya.

Saya selalu membanyangkan, umpama al Qur�an selalu dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, maka di antara sesama akan saling mengasihi, saling menolong, saling memaafkan, saling peduli atas kesulitan hidup yang dirasakan oleh sesama, dan seterusnya. Kitab suci yang dibawa oleh Rusulullah Muhammad saw, adalah mengajarkan tentang perilaku mulia tersebut. Namun saya melihat bahwa, selama ini belum terlalu banyak di kalangan umat Islam yang memiliki tradisi, yaitu berusaha memahami kitab suci agamanya secara tekun, terus menerus, dan istiqomah.

Selain hal tersebut, pada waktu pertama kali mengetahui organisasi ini, yaitu pada akhir tahun 2015, di Makasar, saya melihat banyak guru besar, dosen, pengusaha, dan birokrast secara bersama-sama mengaji al Qur�an. Melihat kegiatan itu, hati saya semakin tersentuh, bahwa ternyata yang memimpin kajian al Qur�an itu adalah seorang dokter, dan lagi pula menurut keterangan yang saya dapatkan, beliau tidak pernah belajar agama secara formal, di pesantren atau di sekolah agama, misalnya. Namun demikian, saya menangkap bahwa dokter dimaksud berhasil menjelaskan al Qur�an dan hadits Nabi secara mendalam. Tanpa melihat kitab suci, seorang dokter ini mampu menyebut ayat-ayat al Qur�an dan hadits nabi secara tepat dan jelas.

Semakin terasa menarik lagi, ialah dari keikhlasan dokter dimaksud. Ketika diundang dan datang ke mana saja untuk menjelaskan al Qur�an, ternyata tidak mau diberi upah. Semua pembiayaan atas kedatangannya itu dibiayanya sendiri, termasuk ongkos perjalanan maupun penginapannya. Ia mendasarkan pada al Qur�an yang berbunyi : �ittabi�u man la yas�alukun ajran wahum muhtaduun�. Ikutilah seseorang yang datang tanpa berharap upah, mereka itu orang yang mendapatkan petunjuk. Di tengah-tengah budaya yang serba materialistik dan hidonistik seperti sekarang ini, ternyata masih ada orang yang memilih tidak menerima upah sebagai bentuk ketaatannya pada kitab suci yang dipahaminya.

Ada lagi yang bagi saya menarik, adalah dalam menjaga persatuan dan suasana batin di antara sesama agar tidak menjadi tersinggung dan atau merasa sakit hati. Bahwa dalam upaya memahami al Qur�an selalu menghindari agar tidak terjadi perdebatan dan berfbantah. Al Qur�an tidak boleh disamakan dengan hasil pemikiran atau hasil penelitian yang selalu diperdebatkan. Nabi ketika ayat al Qur�an turun tidak pernah mengajak para sahabat untuk berdebat dan berbantah tentang wahyu itu. Ketika wahyu turun segera disampaikan, dipahami, dan dijalankan.

Hal menarik lainnya, dalam kajian tersebut, selalu diawali dengan pertanyaan dari peserta. Biasanya dua, tiga, atau empat orang dipersilahkan mengajukan pertanyaan, dan kemudian oleh dokter sebagai pembina organisasi itu, ditunjukkan ayat-ayat al Qur;an dan hadits Nabi sebagai jawabnya. Perdebatan dan perbantahan selalu dihindari agar tidak seorang pun merasa menang atau sebaliknya, merasa kalah. Kegiatan apa saja yang berakhir dengan kalah dan atau menang, pihak yang menang akan berpeluang muncul kesombongannya, sedangkan mereka yang kalah akan menjadi sakit hati. Munculnya suasana batin yang kurang sehat itu, sengaja dihindari. Al Qur�an bukan untuk menjadikan hati orang sakit, melainkan justru agar menjadi sehat. Selain itu, dari al Qur�an bukan menjadikan orang berpisah apalagi bertengkar, tetapi sebaliknya, agar menjadi bersatu.

Sebagai tambahan, ternyata para peserta kajian al Qur�an yang terhimpun di dalam organisasi Jam�iyyatul Islamiyah, mereka berasal dari berbagai latar belakang organisasi yang berbeda-beda, yaitu misalnya dari NU, Muhammadiyah, al Wasliyah, Tarbiyah Islamiyah, dan atau lainnya. Kegiatan itu menjadi semakin menarik oleh karena banyak orang dari latar belakang yang berbeda, tetapi ternyata bisa berkumpul bersama, tanpa ada yang merasa lebih tinggi atau sebaliknya, merasa lebih rendah, mereka mengkaji al Qur�an secara bersama-sama. Bahkan di organisasi itu tidak ada yang merasa baru atau pun lama. Siapapun yang dipercaya, dipersilahkan memimpin organisasi ini. Saya yang baru kenal organisasi ini selama tiga minggu, sudah ditunjuk menjadi Ketua Umum untuk di seluruh Indonesia dan masih ditambah di Brunai, Malaysia, dan Singapura. Peristiwa atau penunjukan itu menggambarkan bahwa di organisasi ini benar-benar tidak ada perebutan atau persaingan untuk memperoleh jabatan, melainkan semata-mata mendasarkan pada keinginan untuk mempertajam suara hati dan niat untuk beribadah. Wallahu a�lam - 

Sumber: Imamsuprayogo.com
×
Berita Terbaru Update