Berbicara dengan hati dan akal memang gampang dimengerti dan keduanya sangat mudah dibedakan. Akan tetapi apa yang dimaksud dengan berbicara dengan saku, mungkin masih perlu diperjelas lebih lanjut. Hati memiliki bahasa, atau sering disebut sebagai bahasa hati. Sementara itu, berbicara dengan akal, artinya adalah menyampaikan sesuatu dengan menggunakan logika, perhitungan, dan atau alasan-alasan yang dianggap masuk akal.
Hati selalu halus, lembut, dan tidak pernah bohong. Hati selalu jujur sehingga menyampaikan sesuatu apa adanya. Berbicara dengan hati artinya berbicara secara jujur, ikhlas, dan penuh kasih sayang. Hati yang dunaksudkan itu sebenarnya bukan yang bersifat fisik, atau orang menyebutnya limpa, tetapi adalah apa yang ada di dalam hati itu, yaitu ruh. Oleh karena ruh itu ditiupkan oleh Dzat Yang Maha Kuasa, Allah swt., maka memiliki sifat mulia, sebagaimana sifatnya nabi, yaitu siddiq, amanah, tablih dan fathonah.
Tatkala beberapa orang berbicara dari hati ke hati, maka biasanya diliputi oleh suasana teduh, terjauh dari hiruk pikuk, tidak ada pihak yang berusaha untuk menang, dan mendapatkan untung sendiri. Selain itu, orang lain tidak merasa terganggu atau dirugikan. Berbicara dari hati ke hati biasanya masing-masing pihak saling menjaga harga diri dan kehormatannya. Melalui berbicara dari hati ke hati pula, semua berharap memperoleh penyelesaian atas persoalan yang dirasakan sebagai milik bersama dan akhirnya dihasilkan kedamaian.
Berbicara dari hati ke hati antar dua pihak atau lebih, di antara mereka yang berkepentingan biasanya tidak dilakukan di sembarang tempat dan atau juga sembarang waktu. Orang tua-tua dahulu, membicarakan sesuatu yang dianggap penting sehingga harus dilakukan dari hati ke hati, biasanya memilih waktu di malam hari. Sementara orang menyebutnya, menunggu sepi dari dedaunan jatuh. Pada suasana yang demikian itu, pembicaraan menjadi tenang dan jernih. Berbagai hal yang menjadi problem dipahami bersama, lalu dicarikan jalan keluarnya secara bersama-sama. Pembicaraan dari hati ke hati, biasanya tidak memerlukan penengah dan juga tidak akan ada pihak yang menang dan juga sebaliknya, yang kalah. Semua diharapkan menjadi pemenang.
Sangat berbeda dengan berbicara dari hati ke hati adalah berbicara dengan akal atau logika. Sebagai contoh sederhana adalah pembicaraan dalam kaitannya dengan berbisnis, berbagai jenis permainan, hukum, politik dan atau kekuasaan, Pembicaraan dengan menggunakan akal, biasanya masing-masing pihak berharap menang dan memperoleh keutungan sebanyak-banyaknya. Dalam pembicaraan itu, menjatuhkan orang lain, beradu argumentasi, menyodorkan bukti-bukti dan bahkan juga bersifat palsu, dipandang sebagai hal biasa. Orientasinya adalah menang atau unggul untuk mengalahkan lawan.
Ketika sedang mengedepankan akal untuk meraih kemenangan itu, maka norma, etika, sopan santun, dan semacamnya dianggap boleh-boleh diabaikan. Oleh karena itu, biasanya dalam pembicaraan semacam itu diperlukan seseorang yang berperan sebagai penengah atau moderator, yang bertugas sebagai pemimpin jalannya perdebatan dimaksud. Sebagai contoh sederhana, berbicara dengan mengedepankan akal dilakukan di forum-forum kegiatan politik, dan juga kegiatan ilmiah di kampus-kampus, berupa seminar, dialog, dan sejenisnya. Bisa saja selesai kegiatan beradu argumentasi atau logika itu diperoleh kesepakatan, tetapi juga tidak jarang justru sebaliknya, yaitu ada pihak-pihak yang kecewa, tersinggung, dan bahkan marah.
Jenis pembicaraan tipe terakhir adalah dengan saku. Untuk mendapatkan kesepakatan di antara beberapa pihak yang berselisih, dan atau memiliki kepentingan yang berbeda-beda, maka diselesaikan dengan saku, atau benda berharga yang biasanya diletakkan di saku, jelasnya adalah uang. Cara dimaksud sangat mudah, asalkan masing-masing pihak yang berkepentingan segera bersepakat tentang jumlah isi saku dimaksud yang harus dikeluarkan, maka persoalannya selesai. Akhir-akhir ini, melalui media yang kita baca, ada contoh menarik, yakni agar keputusan pengadilan tidak segera dieksekusi, pihak tersangka mengeluarkan isi sakunya dalam jumlah yang tidak sedikit. Untung, KPK berhasil menangkap para pelakunya. Berbicara hanya dengan saku gampang dilakukan, tetapi resikonya besar, yaitu harus berurusan dengan hukum dan penjara.
Berbicara yang bersifat manusiawi, lebih terhormat, beradap, jujur, dan menyelamatkan terhadap semua pihak adalah yang dilaksanakan dari hati ke hati. Mendengarkan suara hati dari masing-masing pihak ternyata lebih menjamin persoalan seberat apapun dapat diselesaikan secara bersama-sama. Melalui pembicaraan dari hati ke hati, apapun keputusannya akan diterima secara ikhlas dan sabar oleh semua pihak. Itulah kekuatan suara hati, yaitu menyejukkan, menyatukan, saling menghormati dan menghargai sesama, sehingga akhirnya suasana damai yang diperoleh. Sebaliknya, bukan suasana saling menghujat, menjatuhkan, dan menyengsarakan pihak lain. Wallahu a�lam -
Sumber : Imamsuprayogo.com