Tatkala konflik atau permusuhan terjadi maka sebenarnya di tempat itu tidak ada kasih sayang di antara sesama. Kasih sayang berada di hati masing-masing orang. Tidak pernah ada orang tahu, cara menumbuhkan kasih sayang itu. Seseorang mencintai sesuatu kadangkala tanpa diketahui sebabnya. Maka, sementara orang menganggap bahwa kasih sayang adalah pemberian dari Dzat Yang Maha Kuasa. Sekalipun banyak orang menganjurkan agar dibangun kasih sayang, tetapi yang bersangkutan sendiri, ternyata juga tidak mengetahui cara memenuhi anjuran itu.
Kasih sayang bisa menghilangkan semua hal yang akan mengganggu hubungan antar sesama. Orang tidak akan marah dengan alasan apapun tatkala di antara keduanya saling menyayangi. Rasa kasih sayang bisa menghilangkan berbagai hambatan komunikasi. Jarak sosial, perbedaan suku, kekayaan, pangkat, jabatan, latar belakang pendidikan, dan lain-lain yang dianggap mengganggu komunikasi akan terhapus dengan sendirinya oleh karena ada kasih sayang itu.
Sebagai contoh sederhana, seorang yang gagah, tanpan, dan kaya raya ternyata tertarik dengan seorang wanita yang tidak cantik dan bahkan (maaf) cacat pula. Begitu pula sebaliknya, seorang perempuan cantik dan segala-galanya telah dimiliki olehnya, tetapi ternyata bersedia menjadi pasangan hidup seorang laki-laki yang biasa-biasa saja, dan bahkan memiliki berbagai kekurangannya. Hal yang tidak mengikuti kelaziman itu terjadi oleh karena di anatara mereka saling mencintai atau memiliki hubungan kasih sayang.
Sebaliknya, jika kasih sayang gagal dihidupkan, maka sesuatu yang sebenarnya baik terasa buruk, kelebihan justru dianggap sebagai kekurangan, suara indah dianggap biasa saja atau bahkan mengganggu. Semuanya tidak ada yang benar tatkala kasih sayang gagal ditumbuhkan. Yang ada adalah serba salah, serba keliru, dan serba tidak menarik. Maka dengan mudah bisa dibayangkan, betapa kasih sayang memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mengubah pandangan, perasaan, sikap, dan atau suasana hati seseorang.
Namun yang terjadi, sekalipun setiap orang menganggap bahwa kasih sayang adalah sebagai kunci terjadinya kebersamaan, kedamaian, dan atau hubungan yang harmoni, ternyata tidak selalu tumbuh sebagaimana digambarkan itu. Hubungan transaksional dalam berpolitik, berekonomi, hukum, sosial, dan lain-lain justru memawrnai kehidupan sehari-hari. Akibatnya, di tengah masyarakat terjadi perebutan, persaingan, konflik, penindasasan, saling membidik, menjatuhkan, yang semua itu dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Semua hal itu dilakukan untuk memperoleh kemenangan dan keunggulan di atas yang lainnya.
Agama mengajarkan kehidupan yang penuh kasih sayang, damai, saling menghormati dan menghargai, memaafkan atas kesalahan, saling tolong menolong antar sesama, dan sejenisnya. Manakala ajaran agama yang sedemikian indah itu berhasil diimplementasikan, maka sebenarnya kesenjangan, kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan lain-lain, akan berhasil dihilangkan dengan sendirinya. Namun sayangnya, usaha-usaha yang disebut untuk membangun kedamaian, kebersamaan, dan kesejahteraan, terkadang masih diwarnai oleh logika menang atau kalah, untung atau rugi, dan sejenisnya. Ungkapan orang desa yang tidak mengenyam pendidikan dengan mengatakan bahwa : �saya tidak memerlukan roti tetapi hati�, adalah menunjukkan betapa sebenarnya kasih sayang tidak boleh diabaikan di dalam membangun kominitas apapun, dan tidak terkecuali bangsa dan negara. Wallahu a�lam
Sumber : http://imamsuprayogo.com