Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Imam Suprayogo : Membangun Pribadi Melalui Kegiatan Umrah

Senin, 25 Januari 2016 | 02.35 WIB Last Updated 2016-01-24T19:35:49Z
Rupanya ibadah umrah menjadi pilihan setelah kesempatan berhaji tidak mudah diperoleh. Sejak beberapa tahun belakangan ini, untuk menunaikan ibadah haji harus antri hingga belasan tahun. Pada saat sekarang mendaftar misalnya, bisa mendapatkan giliran setelah menunggu, untuk daerah-daerah tertentu, hingga 15 tahun lagi dan bahkan lebih. Jika tidak ingin antri panjang, biasanya orang-orang tertentu mengambil haji plus yang biayanya tentu jauh lebih mahal. Sebagai alternatif lainnya, maka banyak orang memilih umrah, dengan alasan disamping biayanya tidak terlalu mahal, juga bisa dilaksanakan pada setiap saat.

Menyertai warga jam�iyyah Islamiyah yang berasal dari beberapa provinsi di seluruh Indonesia, saya bersama para pengurus lainnya, pada tanggal 18 Januari 2016, berangkat ke Makkah untuk menjalankan umrah. Saya sendiri sebenarnya sekitar enam bulan yang lalu, juga memperoleh undangan dari Kedutaan Besar Saudi Arabia untuk melaksanakan ibadah yang hanya bisa dilakukan di Masjidil Haram itu. Setiap kali menjalankan umrah, saya mendapatkan kesan atau pemandangan bahwa jumlah jama�ah pada setiap tahun selalu meningkat.

Dahulu pada sekitar awal tahun 1990 an, ketika saya menjalankan ibadah haji, jumlah jama�ah terasa tidak sebanyak jama�ah umrah sekarang. Umrah yang dapat dilaksanakan pada setiap waktu ternyata sudah menyamai jumlah jama�ah haji pada dua puluhan tahun yang lalu tersebut. Saya tidak membayangkan sebelumnya, bahwa sekalipun bukan musim haji, ternyata masjidil Haram, pada setiap waktu shalat, selalu dipenuhi oleh para jamaah. Lokasi masjid yang sudah diperluas,���sekalipun memang belum semua bisa ditempati, ternyata masih belum berhasil mememenuhi kebutuhan. Pelataran di luar masjid yang juga sedemikian luas masih juga dipenuhi jama�ah yang sedang shalat.

Semua jenis ibadah dan demikian pula umrah adalah dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pribadi, disebut dengan taqwa. Kegiatan ritual itu memiliki makna pendidikan yang sebenarnya. Berbagai aspek bagian dari tubuh manusia diarahkan pada kehidupan yang sempurna. Pada ketika berada di lingkungan Masjid al Haram, disamping harus mengkonsumsi makanan yang serba selektif, yakni harus baik dan halal, maka pikirannya juga harus terkontrol dan demikian pula hatinya. Selama berada di tanah suci, maka semua aktifitasnya diorientasikan pada hal yang bermanfaat dan atau memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi.

Mengikuti rangkaian ibadah umrah, mulai dari berpakaian ihram bagi lahi-laki, berniat, mengawali kegiatan tersebut dari miqod, kemudian berthawwaf, sa�i, dan diakhiri tahalul atau bercukur/memotong rambut, maka semua itu mengingatkan pada keberadaan dirinya dan selanjutnya diharapkan membuahkan kesadaran terhadap kehidupannya yang harus selalu dipelihara agar tetap menjadi bersih dan berada pada jalan yang benar. Ibadah umrah memang bukan secara langsung memperbaiki perilaku seseorang terkait ekonomi, sosial, politik, ataun lainnya, melainkan memperbaiki bagian penting dari manusia, yaitu hatinya. Agar hati yang dimaksudkan itu menjadi taqwa.

Orang yang bertaqwa pasti membuahkan perilaku yang serba menguntungkan dan menjadikan orang lain damai dan atau merasa aman. Oleh karena itu sepulang dari Makkah dalam menjalankan ibadah umrah dimaksud, maka bukan aspek fisik seseorang yang diharapkan menjadi berubah melainkan perubahan itu menyangkut suasana hatinya. Mengubah hati bukan perkara mudah, melainkan harus melakukan kegiatan tertentu, yakni satu di antaranya adalah berhaji atau umrah. Maka, dari menjalankan kegiatan yang harus ditempuh dengan jarak yang jauh dan biaya yang mahal itu, seharusnya berdampak pada perubahan pribadi yang bersangkutan atau disebut menjadi semakin bertaqwa.

Jika arti penting ibadah umrah dimaksud dipahami dan benar-benar berhasil diwujudkan, maka keuntungan dari pelaksanaan ibadah itu bukan saja akan dirasakan oleh yang bersangkutan, melainkan juga oleh lingkungannya, tidak terkecuali masyarakat luas, hingga bangsa dan negara. Sebuah negara jika akhlak masyarakatnya berhasil meningkat kualitasnya, yakni menjadi semakin jujur, ikhlas, sabar, istiqomah, peduli sesama, dan seterusnya, maka negara akan menjadi tenteram, dan damai dengan sendirinya. Sebaliknya, bangsa dan negara selalu berisik, ribut, dan selalu konflik, adalah oleh karena dihuni oleh orang yang tidak memperhatikan pentingnya kualitas pribadi, yang hanya bisa dibangun melalui kegiatan, ��-di antaranya, umrah itu. Wallahu a�lam

×
Berita Terbaru Update